Ketika kebanyakan orang awam di tanya mengenai
bagaimanakah dakwah itu, maka sebagian besar pasti menjawab bahwa dakwah merupakan
pekerjaan yang dilakukan oleh para ustadz, ulama, kiai, atau syekh yang
dilaksanakan di masjid-masjid sebagai suatu pengajian berkala. Namun, bagi kita
yang mendapatkan pemahaman lebih, tentunya definisi sempit di atas tidaklah
menjadi patokan kita dalam memahami esensi berdakwah. Dakwah dapat dilakukan
oleh siapa saja di mana saja dan kapan saja selagi masih diberi kesempatan oleh
Yang Maha Kuasa.
Berdakwah
dilaksanakan pada seluruh lini kehidupan, baik itu pada dunia tarbawi yang
mencakup masalah-masalah aqidah, akhlak, syari’at serta fiqih, dan lain
sebagainya, maupun dalam siyasih yang mencakup kekuasaan, politik, dan
pemerintahan. Namun jika dua hal ini tidak dibarengi dengan ilmu pengetahuan
yang mumpuni, maka hikmah atau ibroh dari pelaksanaan kedua hal tersebut akan
susah tercapai.
Ketika kita yang sudah paham
mengenai kewajiban dalam mengikuti syariat yang diperintahkan Allah swt atau
sunnah-sunnah Rasul-Nya, tentu kita berusaha untuk siap melaksanakannya dengan
prinsip “saya dengar dan saya Ta’at”.
Namun apakah mungkin sama dengan sebagian orang lain yang ketika mendengar
perintah tersebut dapat secara spontan mengerjakannya? Tentu sebagian besar
mereka masih banyak yang bertanya-tanya untuk apa, apa keuntungannya, dan
berbagai pertanyaan lainnya. Beda halnya ketika kita menyampaikan perintah-perintah
yang berdasarkan Qur’an dan Hadits tersebut dengan menambahkan
pengetahuan-pengetahuan yang kita punyai sesuai bidang kemampuan masing-masing.
Misalnya dalam dunia kesehatan, madu merupakan sunnah yang baik untuk kesehatan
setiap insan di mana hal ini juga terdapat dalam Al-Qur’an, tetapi bagi
sebagian orang tentu tidak lantas begitu saja mengikutinya sebelum mendapat
bukti-bukti ilmiah. Maka dari itu bagi kita yang mendalami masalah kesehatan
tentunya mengetahui ilmu dari keutamaan madu tersebut atau bahkan melakukan
semacam penelitian untuk membuktikan keutamaannya tadi. Mungkin saja melalui
perantara ilmu pengetahuan tersebut banyak orang yang mulai berpikir dan mendapatkan
hidayah-Nya.
Selain contoh mengenai kesehatan,
seseorang yang mendalami ilmu sosial dan politik sekali pun juga dapat
menggunakan kemampuannya dalam bidang ini untuk berdakwah. Saya contohkan
dengan salah seorang dosen saya yang mana selain sebagai akademisi di bidang
politik, beliau juga aktif dalam mendakwahkan nilai-nilai islam. Nilai-nilai
islam tersebut beliau sampaikan kepada para mahasiswanya melalui mata kuliah
yang diajarkan tanpa mengurangi esensi dari pelajaran tersebut. Seperti ketika
pembahasan beliau mengenai ilmu pemerintahan baik di Indonesia maupun
pemerintahan di negara-negara lain maka beliau akan membandingkannya dengan apa
dan bagaimana pemerintahan yang terdapat dalam islam. Sementara itu, para
mahasiswa juga tertarik dengan cara penyampaian beliau yang unik tersebut dan
juga berbeda dengan dosen-dosen lainnya. Waktu itulah nilai-nilai islam akan
masuk ke dalam pemikiran para mahasiswa tersebut, dan mungkin saja jika Allah
swt menghendaki, maka ada beberapa di antara mereka yang terdakwahi dan
mendapatkan hidayah.
Banyak para ilmuwan islam yang
lahir di masa kejayaan islam terdahulu yang mendapat decak kagum dari berbagai
suku bangsa di dunia karena kemampuan dan kepintaran mereka. Ilmuwan islam yang
bergerak dalam ilmu sosial dan politik contohnya ialah Al Mawardi pada abad
kesepuluh. Oleh dunia barat beliau dikenal dengan nama Alboacen. Selain
menguasai ilmu-ilmu politik, Al Mawardi juga menguasai ilmu hukum, hadits, dan
ia juga merupakan seorang sosiolog. Buku beliau yang fenomenal berjudul Al Ahkam- Al Sultania wal Wilayat ad Diniyya
membahas mengenai kekuasaan, politik, serta kepemimpinan. Imamah atau
kepemimpinan merupakan sesuatu yang wajib ada menurut Al Mawardi, hal ini
sesuai dengan pemahamannya berdasarkan QS. Al Furqon ayat 74 dan AnNisa’ ayat
59. Salah satu hal penting yang dapat di ambil dari buku beliau tersebut ialah
pemahamannya mengenai pemisahan kekuasaan di mana oleh John Locke baru
disampaikan pada abad ke-17 yang diberi nama dengan trias politica. Mengenai sistem
pemisahan kekuasaan ini juga telah dilaksanakan pada masa pemerintahan Khalifah
Umar Ibn Khattab. Terdapat tiga macam kekuasaan yang harus ada dalam suatu
pemerintahan menurut Al Mawardi, antara lain: kekuasaan eksekutif yang dipegang
oleh khalifah atau sultan, kekuasaan legislatif yang disebut dengan ahl halli wa al-aqdi atau juga biasa
disebut dengan ahl syuro karena
keja-kerja dari badan ini mencerminkan prinsip dakwah dan ketatangeraan dalam
islam, serta kekuasaan yudikatif atau badan peradilan. Selain dari Al Mawardi
juga terdapat ilmuwan islam di bidang pemikiran politik dan pemerintah lainnya
seperti Ibnu Khaldun yag lahir pada abad ke-14. Pemikiran Ibnu Khaldun seperti
pemisahan antara negara dan masyarakat juga menjadi acuan oleh ilmuwan-ilmuwan
barat dalam mengembangkan pemikiran politik mereka.
Dapat kita bandingkan bahwa sudah lama
pemerintahan islam menerapkan sistem pembagian kekuasaan atau pemisahan
kekuasaan tersebut, yakni semenjak zaman Khalifah Umar Ibn Khattab pada abad
ke-7 masehi tepatnya tahun 634. Sedangkan di dunia barat sistem pemisahan
kekuasaan tersebut baru dilaksanakan secara komplit dan terstruktur ketika merdekanya
negara Amerika Serikat tahun 1779. Jika hal ini disampaikan kepada
saudara-saudara kita yang mungkin masih sedikit merasa minder dengan
keislamannya, hal tesebut dapat menumbuhkan kepercayaan diri terhadap status
keislamannya sendiri dengan menyadari bahwa islam ini bukanlah agama kolot yang
hanya membahas masalah ritual keagamaan saja, dan bahkan ilmuan-ilmuan barat
atau nonmuslim sekalipun seringkali berkiblat pada ilmuwan-ilmuwan islam.
Dapat kita ambil ibroh dari
kejeniusan para ilmuwan islam pendahulu kita bahwa berdakwah lewat ilmu
pengetahuan sangata efektif hingga orang-orang yang mempunyai perbedaan
keyakinan dalam hal ketuhanan pun dapat tertarik oleh kepintaran mereka
tersebut, maka lewat ketertarikkan mereka itu, kita dapat mendakwahkan
nilai-nilai keislaman. Oleh karena itu, hal tersebut pantas kita jadikan
panduan dalam pengembangan dakwah islam terutama pada zaman sekarang di mana
ketertarikan saudara-saudara kita terhadap dunia akademisi semakin kuat.