Home » » definisi dan sejarah hukum internasional

definisi dan sejarah hukum internasional


Definisi, Sejarah Hukum Internasional
            Tulisan ini merupakan resume dari beberapa referensi karangan Wallace, Starke, dan Brierly tentang pengantar ilmu hukum internasional. Resume ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah hukum internasional, pada bab definisi, sejarah hukum internasional.
Definisi
            Secara umum hukum internasional atau yang biasa disebut hukum bangsa-bangsa adalah hukum yang secara keseluruhan yang terdiri dari berbagai prinsip yang mengatur beberapa Negara yang merasa dirinya terikat untuk menaati aturan-aturan yang berlaku tersebut. Hukum internasional ini berfungsi mengikat dan mengatur hubungan antar lembaga/organisasi internasional, hubungan lembaga/organisasi internasional dengan Negara dan individu, hubungan antar Negara, serta hubungan antar individu dengan badan nonnegara (individu dan badan nonnegara tersebut mempunyai hak dan kewajiban yang penting bagi masyarakat internasional).
            Menurut Wallace[1], hukum internasional sekarang mengacu pada peraturan-peraturan dan norma-norma yang mengatur tindakan Negara-negara dan kesatuan lain yang pada suatu saat diakui mempunyai kepribadian internasional, seperti misalnya organisasi internasional dan individu, dalam hal hubungan satu dengan lainnya.
            Cara pembuatan hukum internasional itu dapat melalui dua cara, yakni, melalui praktek Negara-negara (hukum adat internasional/customary international law) dan melalui perjanjian yang dilakukan oleh Negara-negara (treaty).[2] Jika peraturan-peraturan tersebut sudah dikukuhkan, maka masing-masing Negara yang terkait tidak dapat menghindari ataupun mengubah peraturannya secara sepihak atau tanpa persetujuan Negara lainnya, karena hukum internasional juga bisa bersifat memaksa seperti halnya hukum lain. Namun secara harfiah, tidak mengenal kekuasaan eksekutif yang kuat, dan juga tidak mempunyai badan-badan legislative ataupun yudikatif, selain itu hukum internasional tidak dapat memaksakan kehendak masyarakat internasional sebagai kaidah hukum nasional. Hukum internasional berbeda secara instrinsik dengan hukum nasional, ini dapat dilihat dari paradigma beberapa Negara mempunyai beban yang lebih berat dari hanya satu Negara lain dalam masyarakat internasional. Dalam hukum internasional hal utamanya yaitu semua Negara dilakukan sama sebagaimana diakui mempunyai kedaulatan yang sama.
            Hukum internasional ini lahir dan muncul karena suatu Negara itu tidak dapat hidup sendiri, namun Negara-negara semuanya hidup berdampingan. Selain itu hukum internasional juga disusun untuk mencapai perdamaian dan keharmonisan dunia. Hukum internasional tentunya bukan bersifat mempertentangkan suatu Negara maksudnya mencap salah suatu Negara ataupun mencap benar pada Negara lainnya, namun hukum internasional lebih bersifat mendamaikan.
Sejarah dan Perkembangan
            Romawi Kuno
            Pada periode zaman romawi kuno ini, bangsa romawi sudah membuat aturan-aturan dalam berhubungan dengan bangsa-bangsa lain. Dalam aspek aturan ini, bangsa romawi sudah mempunyai karakter hukumnya sendiri. Namun sumbangan romawi kuno dalam perkembangan hukum internasional relatif kurang, terutama untuk hubungan antar Negara pada zaman modern. Selain itu, pada masa akhir sejarah romawi, yakni pada masa kekaisaran romawi, luas kekuasaan romawi mencakup diseluruh Negara-negara beradab, tidak ada Negara yang merdeka sehingga hukum antar bangsa pun tidak diperlukan.
            Abad Pertengahan - Zaman Modern
            Awal munculnya hukum internasional pada abad pertengahan ini dikarenakan pecahnya kerajaan romawi yang dengan itu muncullah Negara-negara merdeka yang beradab dieropa. Ada beberapa penghambat evolusi suatu sistem hukum internasional selama abad pertengahan[3], yaitu:
1.      Kesatuan duniawi dan rohani sebagian besar Eropa dibawah imperium romawi suci (holy roman empire), meskipun sampai sebegitu jauh ketentuan ini masih merupakan dugaan dan dibantah oleh sejumlah besar contoh konflik dan ketidakrukunan.
2.      Struktur feudal Eropa Barat, yang melekat pada hierarki otoritas yang tidak hanya menghambat munculnya Negara-negara merdeka akan tetapi juga mencegah Negara-negara pada saat itu memperoleh karakter kesatuan dan otoritas negara-negara berdaulat modern.
Pada abad kelima belas dan keenambelas terjadilah perubahan-perubahan yang besar. Munculnya masa renaissance mulai memecahkan belenggu kesatuan rohani dan politik di Eropa. Selain itu muncul juga pemikir-pemikir secular di kalangan bangsa eropa. Seperti Bodin dari Perancis (1530-1596), Machiavelli dari Italia( 1469-1527), dan Hobbes dari Inggris ( 1588-1679).
            Segi terpenting pada masa reformasi adalah satu pemberontakan Negara terhadap gereja. Pemberontakan ini merupakan cerminan keinginan penguasa sipil ingin memegang kekuasaan tertinggi di wilayahnya. Pemberontakan ini memberikan hasil yang sukses lebih dari seperdua Eropa Barat. Sehingga, gereja yang sebagai satu kekuasaan politik mengalami goncangan keras dan tidak dapat bersaing lebih lama dengan Negara.
            Dengan bermunculannya Negara-negara baru yang merdeka, maka dimulailah proses dimana dibentuknya kaidah-kaidah aturan dalam membina hubungan bangsa-bangsa. Seperti halnya di Italia dengan Negara-negara kecil yang baru merdeka melakukan hubungan diplomatic dimulai  pada abad kelima belas.
            Penggagas hukum bangsa-bangsa yang diakui sebagian besar orang yaitu Grotius, seorang ahli hukum dan diplomat dari Belanda, melalui buku karangannya De Jure Belli ac Pacis ( Hukum Perang dan Damai) yang terbit pada tahun 1625. Namun Grotius tidaklah sepenuhnya menguraikan konsep-konsep hukum dan praktek pada masanya yang berkenaan dengan traktat, dan ulasan-ulasannya mengenai kaedah-kaedah dan adat istiadat yang perang secara komperehensif.[4] Walaupun demikian Grotius tetap diakui banyak member pengaruh terhadap pemikir-pemikir ilmu hukum internasional seterusnya. Beberapa doktrin Grotius yang tersirat dalam karakter hukum internasional modern yaitu, pembedaan antara perang yang adil dan yang tidak adil, pengakuan atas hak-hak dan kebebasan-kebebasan individu, doktrin netralitas terbatas, gagasan tentang perdamaian, dan nilai dari konferensi-konferensi periodik antara penguasa-penguasa Negara.[5]
            Sebelum Grotius, juga terdapat ahli-ahli hukum internasional yang besar. Diantaranya, Fransisco De Victoria seorang guru besar dalam ilmu kehutanan di Salamanca, dalam bukunya Relectiones Theologicae yang diterbitan sesudah ia wafat, merupakan pengupasan terhadap hak bangsa Spanyol untuk menjajah penduduk asli didunia baru.[6] Ajaran Victoria ini menunjukkan salah satu langkah penting dalam meluaskan hukum internasional kearah satu sistem dunia. Selain itu pengarang tentang hukum bangsa-bangsa ini yaitu Alberico Gentili atao biasa dikenal dengan nama Gentilis. Ia mungkin juga merupakan penulis pertama yang memisahkan anta hukum internasional dengan hukum ketuhanan dan memasukkannya pada cabang ilmu hukum. Selain itu Gentilis juga banyak mempengaruhi karya-karya yang ditulis oleh Grotius. Dan hal ini sangat diakui oleh Grotius.
            Perkembangan hukum internasional yang lebih pesat terjadi pada abad kesembilan belas. Banyaknya Negara baru yang bangkit baik didalam maupun diluar Eropa menjadi salah satu faktor perkembangan hukum internasional. Factor lain yang juga menjadi penyebab pesatnya perkembangan ilmu hukum internasional seperti ekspansi peradaban Eropa kewilayah luar benuanya, modernisasi sarana angkutan dunia, penghancuran yang sangat dahsyat akibat dari perang-perang yang modern dan pengaruh penemuan-penemuan baru.
            Faktor-faktor diatas menyebabkan timbulnya kebutuhan-kebutuhan Negara dan masyarakat internasional untuk mengatasi hal-hal pelik yang terjadi dalam hubungan antarbangsa dan dalam memiliki kaidah-kaidah yang mengatur dan membatasi hubungan-hubungan antarbangsa dunia. Selain itu perkembangan besar dalam hal hukum perang dan netralitas juga terjadi pada abad kesembilanbelas ini. Penulisa-penulis tentang hukum internasional dalam abad ini juga tidak kekurangan. Diantaranya, kent dan wheaton dari Amerika, De Martens dari Rusia, Kluber dari Jerman, Phillimore dan Hall dari Inggris, Calvo dari Argentina, Fiore dari Italia, dan Pradier-Fodere dari Perancis.
            Perkembangan selanjutnya yang tidak kalah pentingnya terjadi pada abad keduapuluh. Pada abad ini mulai didirikan lembaga-lembaga peradilan yudisial internasional, seperti Permanent Court of International Justice yang dibentuk tahun 1921. Selain itu muncul juga organisasi-organisasi internasional yang mempunyai kekuasaan yang sama saja sebagai pelaku pemerintah dunia yang menyatakan diri mempunyai kepentingan dalam perdamaian dan kesejahteraan umat manusia dunia. Seperti Liga Bangsa-Bangsa yang sekarang diganti dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Organisasi Buruh Internasional, Organisasi Penerbangan Sipil Internasional, dan banyak lagi lainnya. Ahli-ahli hukum internasional modern tidak terlalu memberi pengaruh terhadap hukum internasional, hal ini dikarenakan mereka lebih memfokuskan pada praktek dan keputusan-keputusan pengadilan.
            Hukum Internasional saat ini
            Hukum internasional dewasa ini sangat dibutuhkan sebagai kaidah-kaidah dalam hubungan antar Negara. Jika tidak diberlakukannya hukum ini maka masyarakat internasional akan sangat kesulitan dalam melakukan perdagangan-perdagangan komersial, pertukaran ide-ide, dan komunikasi.
            Dorongan besar bagi perkambangan hukum internasional sangat tampak pada abad ini. Banyaknya penemuan-penemuan baru untuk mengatasi kesulitan menyangkut waktu, ruang dan komunikasi menjadi penyebab berkembangnya interdepedensi antar Negara dan peningkatan pesat hubungan Negara-negara. Kaidah-kaidah yang mengatur hubungan internasional sangat diperlukan untuk menghadapi situasi-situasi baru yang sangat banyak jumlahnya.
            Ada beberapa kalangan tertentu yang masih mempersoalkan masalah makna hukum internasional, ada dua hal yang menyebabkan timbulnya pandangan ini[7], yaitu:
1.      Pada umumnya dianut pandangan bahwa kaidah-kaidah hukum internasional hanya ditujukan untuk memelihara kedamaian
2.      Diabaikannya sejumlah besar kaedah yang berbeda dengan kaidah-kaidah yang berkenaan dengan “politik tingkat tinggi”, yaitu masalah-masalah perdamaian atau perang, hanya sedikit mendapat publisitas.
Namun sebenarnya masalah-masalah dalam hukum internasional hanya sedikit saja yang menyinggung tentang masalah perdamaian dan perang. Dalam prakteknya, para ahli hukum internasional sudah melakukan berbagai kaidah hukum internasional untuk menghadapi berbagai masalah pada masyarakat internasional. Contoh praktek-praktek yang biasa terjadi adalah klaim-klaim untuk kerugian yang menimpa warga suatu Negara di luar negeri, penerimaan atau pengusiran orang-orang asing, ekstradisi, persoalan nasionalitas, masalah traktat yang diberlakukan oleh beberapa Negara berkaitan dengan masalah perdagangan, keuangan, pengangkutan dan lain sebagainya.

[1] Rebecca M. Wallace. Hukum Internasional Pengantar untuk Mahasiswa. (Semarang:Ikip semarang Press), hlm. 1.
[2] Ibid, hlm. 3.
[3] JG Starke, Pengantar Hukum Internasional, (sinar grafika:Jakarta), hlm. 10.
[4] Ibid, hlm. 11-12.
[5] Ibid, hlm 12.
[6] J.L Brierly, Hukum Bangsa-Bangsa;suatu Pengantar Hukum Internasional, (Jakarta: Bhratara), hlm. 21.
[7] Ibid, hlm. 17-18.

Written by : Your Name - Describe about you

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Etiam id libero non erat fermentum varius eget at elit. Suspendisse vel mattis diam. Ut sed dui in lectus hendrerit interdum nec ac neque. Praesent a metus eget augue lacinia accumsan ullamcorper sit amet tellus.

Join Me On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for visiting ! ::

1 komentar: